Kau tidak mungkin membunuhnya, wahai Tuan
Kecuali dengan panahnya sendiri.
Kumpulkan semua orang,
dan gantunglah dia, wahai Tuan
di tengah padang
dan panahlah dia.
Aku memang anaknya si Parit Api,
waktu ia menganga,
ibuku terjun ke dalamnya
Kata ibu: Aku bersumpah Demi Tuhan Budak itu
Lalu dia gementar, tidak jadi
Seorang bayi dalam dukungannya
Bayi itu berkata: Jangan gementar ibuku,
ibu di atas jalan kebenaran
lalu dia pun terjun
hangus dijilat api parit itu
Wahai Tuan, kau tak mungkin membunuhku sekali lagi,
nyawaku telah pergi selama-lamanya,
akulah anak-anaknya si Parit Api itu!
fathi aris omar
petaling jaya 18 Mei 2007
5:30 petang
Saturday, May 19, 2007
Tuesday, May 15, 2007
Barber
Mungkin tidak ramai orang membaca buku Benjamin Barber Jihad vs McWorld sewaktu ia diterbitkan pada 1995. Jika pernah membacanya, mungkin ia dianggap waktu itu sekadar "ramalan nujum pak belalang.".
Setelah 15 tahun, dasar-dasar penghujahannya beredar, ada baiknya hari ini kita merenung kembali persoalan ini:
Democrats need to seek out indigenous democratic impulses. There is always a desire for self-government, always some expression of participation, accountability, consent, and representation, even in traditional hierarchical societies.
These need to be identified, tapped, modified, and incorporated into new democratic practices with an indigenous flavor.
The tortoises among the democratizers may ultimately outlive or outpace the hares, for they will have the time and patience to explore conditions along the way, and to adapt their gait to changing circumstances.
Tragically, democracy in a hurry often looks something like France in 1794 or China in 1989.
Baca lanjut di sini, "Jihad vs McWorld" (Atlantic Monthly, Mac 1992).
Perenggan ini mengingatkan saya teks-teks rujukan yang saya beli dan baca sewaktu menghabiskan penelitian di Jakarta, Ogos 2004-Oktober 2005.
Setelah 15 tahun, dasar-dasar penghujahannya beredar, ada baiknya hari ini kita merenung kembali persoalan ini:
Democrats need to seek out indigenous democratic impulses. There is always a desire for self-government, always some expression of participation, accountability, consent, and representation, even in traditional hierarchical societies.
These need to be identified, tapped, modified, and incorporated into new democratic practices with an indigenous flavor.
The tortoises among the democratizers may ultimately outlive or outpace the hares, for they will have the time and patience to explore conditions along the way, and to adapt their gait to changing circumstances.
Tragically, democracy in a hurry often looks something like France in 1794 or China in 1989.
Baca lanjut di sini, "Jihad vs McWorld" (Atlantic Monthly, Mac 1992).
Perenggan ini mengingatkan saya teks-teks rujukan yang saya beli dan baca sewaktu menghabiskan penelitian di Jakarta, Ogos 2004-Oktober 2005.
Wednesday, May 09, 2007
Diskusi Buku
Kepada teman-teman yang berminat, Komunite Seni Jalan Telawi (KsJT) mengundang anda ke majlis diskusi buku siri 2007 pada Sabtu (12 Mei), jam 4 petang, di Bangsar. Tempat akan dimaklumkan kemudian.
Buku yang menjadi pokok perbahasan dalam siri 1 ini karangan Joseph R. Strayer, On the Medieval Origins of the Modern State, sebuah buku nipis yang asalnya teks ucapan profesor sejarah Princeton University ini pada 1969.
Sesiapa yang berminat, boleh meninggalkan no HP dan alamat e-mel anda kepada saya faomar@yahoo.com untuk dihubungi koordinator, sehari dua ini. SEGERA!
>>> Kepada yang baru berkenalan dengan pemikiran Strayer, boleh baca satu makalahnya di sini The Fourth and the Fourteenth Centuries yang merungut tentang reformasi demi reformasi demi reformasi bangsa yang gagal.
Tulisnya: In the fourteenth century, .... , the problems were not apathy but exaggerated sensitivity, not lack of interest in social organization but strong differences of opinion about how to make social organizations work, not the absence of conviction but frustration caused by the poor quality of leadership. Few people were content with the existing situation, and many must have wondered if there could ever be any real improvement. But while outbursts of despair were common enough, despair was not the dominant mood of the fourteenth century. Instead men talked endlessly, tirelessly, and apparently vainly about "reform."
[....] it is easier to persist, to take risks, to continue to try after a long series of failures if one believes in the basic values of one's civilization. It takes hundreds of trials to restore stability to a society that has been shaken by the apparent inadequacy of its ideals or by wide discrepancies between its ideals and its actual behavior. And the first successful trials may merely aggravate the problem, both because they make the unreformed sectors look even worse than they did and because human activities are so interconnected that isolated reforms cannot survive. Every significant change in society requires a host of changes in related fields, and it is a long and weary task to strike a new balance among all these factors. Naturally, during the years of testing and searching many people become discouraged and cynical.
Buku yang menjadi pokok perbahasan dalam siri 1 ini karangan Joseph R. Strayer, On the Medieval Origins of the Modern State, sebuah buku nipis yang asalnya teks ucapan profesor sejarah Princeton University ini pada 1969.
Sesiapa yang berminat, boleh meninggalkan no HP dan alamat e-mel anda kepada saya faomar@yahoo.com untuk dihubungi koordinator, sehari dua ini. SEGERA!
>>> Kepada yang baru berkenalan dengan pemikiran Strayer, boleh baca satu makalahnya di sini The Fourth and the Fourteenth Centuries yang merungut tentang reformasi demi reformasi demi reformasi bangsa yang gagal.
Tulisnya: In the fourteenth century, .... , the problems were not apathy but exaggerated sensitivity, not lack of interest in social organization but strong differences of opinion about how to make social organizations work, not the absence of conviction but frustration caused by the poor quality of leadership. Few people were content with the existing situation, and many must have wondered if there could ever be any real improvement. But while outbursts of despair were common enough, despair was not the dominant mood of the fourteenth century. Instead men talked endlessly, tirelessly, and apparently vainly about "reform."
[....] it is easier to persist, to take risks, to continue to try after a long series of failures if one believes in the basic values of one's civilization. It takes hundreds of trials to restore stability to a society that has been shaken by the apparent inadequacy of its ideals or by wide discrepancies between its ideals and its actual behavior. And the first successful trials may merely aggravate the problem, both because they make the unreformed sectors look even worse than they did and because human activities are so interconnected that isolated reforms cannot survive. Every significant change in society requires a host of changes in related fields, and it is a long and weary task to strike a new balance among all these factors. Naturally, during the years of testing and searching many people become discouraged and cynical.
Monday, May 07, 2007
Wednesday, May 02, 2007
Progresif
Kemas kini Berikut wawancara saya dengan The Reading Group, Singapura seperti diterbitkan di laman web mereka.
Judulnya 'Intelektualisme Melayu, pertarungan wacana agama dan budaya politik Malaysia' [format PDF]. Jika ada sebarang ulasan, sila tinggalkan di kaki coretan ini.
Dalam wawancara ini, antaranya, saya menyatakan:
" Saya tidak menganggap Islam Liberal itu sebagai produk terakhir perjalanan masyarakat Islam, sama ada di dunia pemikiran Islam di Malaysia ataupun umat Islam di dunia seluruhnya.
Tetapi, perkembangan ini [Islam Liberal] adalah sebagai satu assault (serangan) terhadap konservatisme yang sedia ada di dalam pendekatan-pendekatan terhadap masalah yang belum dapat kita selesaikan.
Jadi, saya sebenarnya menunggu by-product atau sintesisnya (pertembungan ‘Islam Liberal’ dengan idea-idea arus perdana Islam). Oleh itu, Islam Liberal ini saya anggap sebagai anti-thesis kepada mainstream Islam. Jadi, kita harapkan adanya reaksi-reaksi yang positif daripada masyarakat Islam untuk merenung kembali persoalan-persoalan yang dibangkitkan. ......
Jadi, kritik-kritik ini (Islam Liberal) harus dibenarkan berkembang."
[Teks di bawah asalnya terbit 16 April 2007]
Sekumpulan anak muda dari Singapura datang ke Kuala Lumpur hujung minggu lalu -- dan kami membincangkan soal-soal yang menyentuh isu agama, Melayu, pembangunan intelektual-budaya, dan isu-isu semasa.
Mereka ini tidak ubah kumpulan diskusi buku yang pernah cuba dihidupkan di beberapa tempat dan di kalangan anak muda Malaysia, misalnya (antaranya) Komunite Seni Jalan Telawi (KsJT).
Mereka memperkenalkan diri sebagai Reading Group, baru-baru ini menerbitkan sebuah buku bunga rampai tentang Islam, Religion and Progress: Critical Perspectives.
Kata pengantar buku ini oleh Azhar Ibrahim Alwee -- bagi saya menarik dan jelas wawasannya. Ia boleh dijadikan "semangat" serta "garis panduan psikologi" untuk meneruskan wawasan mencari agama (dan Islam) yang progresif.
Saya kira perkumpulan yang didirikan pada 2000 ini ada sedikit sebanyak persamaan dengan KsJT, berbanding dengan kumpulan-kumpulan lain di Kuala Lumpur yang sempat saya kenali dan ketahui. Bezanya, mereka dianggotai oleh tidak sedikit wanita, sementara KsJT gagal memikat keanggotaannya di kalangan wanita (kecuali seorang atau dua).
Tetapi, yang lebih penting, tenaga ghairah mereka itulah yang menarik perhatian saya, yakni: Untuk menjadi anggota kumpulan itu seseorang mestilah menghasilkan tulisan.
Judulnya 'Intelektualisme Melayu, pertarungan wacana agama dan budaya politik Malaysia' [format PDF]. Jika ada sebarang ulasan, sila tinggalkan di kaki coretan ini.
Dalam wawancara ini, antaranya, saya menyatakan:
" Saya tidak menganggap Islam Liberal itu sebagai produk terakhir perjalanan masyarakat Islam, sama ada di dunia pemikiran Islam di Malaysia ataupun umat Islam di dunia seluruhnya.
Tetapi, perkembangan ini [Islam Liberal] adalah sebagai satu assault (serangan) terhadap konservatisme yang sedia ada di dalam pendekatan-pendekatan terhadap masalah yang belum dapat kita selesaikan.
Jadi, saya sebenarnya menunggu by-product atau sintesisnya (pertembungan ‘Islam Liberal’ dengan idea-idea arus perdana Islam). Oleh itu, Islam Liberal ini saya anggap sebagai anti-thesis kepada mainstream Islam. Jadi, kita harapkan adanya reaksi-reaksi yang positif daripada masyarakat Islam untuk merenung kembali persoalan-persoalan yang dibangkitkan. ......
Jadi, kritik-kritik ini (Islam Liberal) harus dibenarkan berkembang."
[Teks di bawah asalnya terbit 16 April 2007]
Sekumpulan anak muda dari Singapura datang ke Kuala Lumpur hujung minggu lalu -- dan kami membincangkan soal-soal yang menyentuh isu agama, Melayu, pembangunan intelektual-budaya, dan isu-isu semasa.
Mereka ini tidak ubah kumpulan diskusi buku yang pernah cuba dihidupkan di beberapa tempat dan di kalangan anak muda Malaysia, misalnya (antaranya) Komunite Seni Jalan Telawi (KsJT).
Mereka memperkenalkan diri sebagai Reading Group, baru-baru ini menerbitkan sebuah buku bunga rampai tentang Islam, Religion and Progress: Critical Perspectives.
Kata pengantar buku ini oleh Azhar Ibrahim Alwee -- bagi saya menarik dan jelas wawasannya. Ia boleh dijadikan "semangat" serta "garis panduan psikologi" untuk meneruskan wawasan mencari agama (dan Islam) yang progresif.
Saya kira perkumpulan yang didirikan pada 2000 ini ada sedikit sebanyak persamaan dengan KsJT, berbanding dengan kumpulan-kumpulan lain di Kuala Lumpur yang sempat saya kenali dan ketahui. Bezanya, mereka dianggotai oleh tidak sedikit wanita, sementara KsJT gagal memikat keanggotaannya di kalangan wanita (kecuali seorang atau dua).
Tetapi, yang lebih penting, tenaga ghairah mereka itulah yang menarik perhatian saya, yakni: Untuk menjadi anggota kumpulan itu seseorang mestilah menghasilkan tulisan.
Tuesday, May 01, 2007
Are you there, God?
Sebagai menghabiskan sisa-sisa cuti sehingga hujung minggu ini, di sini saya "hadiahkan" tiga artikel menarik:
The study began with a simple observation. Intense competition between great apes, as described both by Homer and by primatologists, frequently boils down to precisely the same thing: access to females. >> Evolution of the theses, The Age, 21 April.
Throughout the 20th century, Latin America’s populist leaders waved Marxist banners, railed against foreign imperialists, and promised to deliver their people from poverty. One after another, their ideologically driven policies proved to be sluggish and shortsighted. Their failures led to a temporary retreat of the strongman. But now, a new generation of self-styled revolutionaries is trying to revive the misguided methods of their predecessors. >> The Return of the Idiot, Foreign Policy.com, May-June 2007
Have you ever prayed in your life? I probably once did pray for an erection, but not addressed to anyone in particular. Nor completely addressed to my cock. You’re too polite to ask if the prayer was answered. >> Are You There, God? It's Me, Hitchens, New York Magazine
The study began with a simple observation. Intense competition between great apes, as described both by Homer and by primatologists, frequently boils down to precisely the same thing: access to females. >> Evolution of the theses, The Age, 21 April.
Throughout the 20th century, Latin America’s populist leaders waved Marxist banners, railed against foreign imperialists, and promised to deliver their people from poverty. One after another, their ideologically driven policies proved to be sluggish and shortsighted. Their failures led to a temporary retreat of the strongman. But now, a new generation of self-styled revolutionaries is trying to revive the misguided methods of their predecessors. >> The Return of the Idiot, Foreign Policy.com, May-June 2007
Have you ever prayed in your life? I probably once did pray for an erection, but not addressed to anyone in particular. Nor completely addressed to my cock. You’re too polite to ask if the prayer was answered. >> Are You There, God? It's Me, Hitchens, New York Magazine
Subscribe to:
Posts (Atom)